Rabu, 14 Desember 2011


MENGEMBANGKAN BUTIR TES ACUAN PATOKAN

A.  Pengertian Tes Acuan Patokan
      Tes acuan patokan adalah salah satu dari model pengembangan desain instruksional Dick and Carey. Model desain instruksional ini dikembangkan oleh Walter Dick, Lou Carey dan James O Carey. Model ini merupakan model prosedural, yaitu model yang menyarankan agar penerapan prinsip disain instruksional disesuaikan dengan langkah-langkah yang harus di tempuh secara berurutan.
Suatu penilaian disebut PAP jika dalam melakukan penilaian itu mengacu kepada suatu kriteria pencapaian tujuan instruksional yang telah dirumuskan sebelumnya. Nilai-nilai yang diperoleh siswa dihubungkan dengan tingkat pencapaian penguasaan (mastery) siswa tentang materi pengajaran sesuai dengan tujuan instruksional yang telah ditetapkan.
Penilaian acuan patokan berfungsi untuk mengukur kemampuan pebelajar seperti yang tertuang dalam tujuan yang telah ditetapkan.
Menurut Dick dan Carey, PAP dapat dilakukan sebagai :
1.  Tes prasyarat (entry behavior test)
Tes ini diberikan kepada pebelajar sebelum memulai pembelajaran.
2.  Pre-test
Tes ini dilakukan pada awal pembelajaran untuk mengetahui apakah pebelajar sudah menguasai beberapa atau semua keterampilan yang akan diajarkan.
3.  Progres test
Tes ini dilakukan secara insidental terutama selama siswa sedang mempelajari satu unit mata pelajaran.
4.  Post-test
Tes ini dilakukan setelah pembelajaran selesai.

B.   Aspek Kemampuan yang Diuji
Setiap bidang studi mempunyai penekanan kemampuan yang berbeda-beda, karena itu aspek yang diujipun haruslah yang berbeda pula. Aspek ranah kognitif yang akan diuji harus sinkron dengan kemampuan yang ditentukan oleh tujuan pendidikan yang telah dirumuskan terlebih dahulu.
Dalam hubungan inilah kita mengenal adanya 6 tingkatan kemampuan atau kompetensi yang diuji, yaitu: 1. pengetahuan, 2. pemahaman, 3. aplikasi, 4. analisis, 5. evaluai, dan 6. mencipta. Kompetensi tersebut berturut-turut diberi simbol C1, C2, C3, C4, C5 dan C6. Disamping itu tentu juga harus diperhatikan kemampuan dari ranah lain seperti afektif dan psikomotor.
Tingkat usia dan jenjang pendidikan menentukan tingkat ranah kognitif yang diuji. Kadang-kadang terdapat bagian mata pelajaran yang tidak dapat atau sukar diungkap kompetensinya pada tingkat ranah kognitif tertentu, beberapa pokok bahasan bahkan hanya mungkin dibuat soalnya dalam tingkat kompetensi yang rendah.
C.   Jenis-jenis tes
Ada tiga jenis soal: esai atau karangan, objektif dengan ciri utama adanya satu jawaban yang dianggap benar atau terbaik, dan  problem matematik. Disamping itu masih juga dikenal soal-soal penampilan dan soal lisan. Ada empat format soal objektif yaitu, format A Pilihan Ganda, format B Pilihan Ganda Analisis Hubungan Antar Hal, format C Pilihan Ganda Analisis Kasus, atau format D Pilihan Ganda Komplek.
Untuk menilai pengetahuan dapat kita.pergunakan pengujian sebagai berikut
1) Teknik penilaian aspek pengenalan (recognition).
2) Teknik peniiaian aspek mengingat kembali (recall).
3) Teknik penilaian aspek pemahaman (komprehension)..
Dilihat dari bentuknya, soal-soal tes tertulis dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1)  Bentuk Uraian
2)   Soal bentuk objektif
3)   Jawaban singkat
4)   Benar-salah
5)   Menjodohkan
6)   Pilihan ganda
2.     Penilalan Perilaku Keterampilan
Jenis-jenis tes yang dapat digunakan adalah sebagai berikut:
1)   Tes persepsi
a)  Keterampilan kognitif, misalnya keterampilan memahami, merumuskan, memecahkan masaiah, dan mengenali derajat kesulitan dalam suatu masalah.
b)  Keterampilan psikomotor, misalnya- keterampilan mengarnati rambu-rambu  eksternal, mendiskriminasikan informasi yang relevan dari yang tak relevan.
c)  Keterampilan reaktif, misalnya memperhatikan dan berminat terhadap suatu peristiwa luar, sensitif terhadap kejadian-kejadian.
d   Keterampilan interaktif, misalnya memperhatikan reaksi orang lain dan sensitif terhadap perasaan mereka.
2)  Tes prasyarat yang meliputi semua kategori keterampilan, pengetahuansyarat seperti prosedur dan prinsip.
3)  Tes strategi terhadap keterampilan groduktif, misalnya mampu mengkaji masalah-masalah yang relevan, menyimpulkan strategi pemecahan dan menilainya kembali dengan cara berpikir kritis (open ended verbal test).
4)  Tes tindakan untuk mengetes:
a) keterampilan kognitif,
b) keterampilan psikomotor,
c) keterampilan reaktif,
d) Keterampilan interaktif,
5)  Observasi, yaitu mengamati semua keterampilan yang telah dirumuskan secara khusus.
D.  Jumlah dan Konstruksi Butir Soal
Penentuan jumlah butir soal sangat tergantung dengan materi yang akan diujikan. Yang pasti jumlah butir soal harus berhubungan langsung dengan reliabilitas evaluasi dan respresentasi isi bidang studi yang dievaluasi. Makin banayk butir soal yang digunakan dalam suatu evaluasi maka kemungkinan akan makin tinggi reliabilitasnya, baik dalam arti stabilitas maupun internal konsistensinya. Dilihat dari segi jumlah inilah maka evaluasi objektif mempunyai kekuatan yang lebih dari evaluasi esai. Karena tugas yang harus diselesaikan dalam evaluasi objektif itu sangat singkat maka kemungkinan untuk menggunakan jumlah butir soal yang besar menjadi lebih besar pula. Sedangkan evaluasi esai tidak memungkinkan menggunakan jumlah soal yang banyak. Dengan demikian representasi bidang studi dan reliabilitas evaluasi objektif akan lebih baik dari evaluasi esai. Penentuan jumlah soal perlu mempertimbangkan waktu yang tersedia, biaya yang ada, kompleksitas tugas yang dituntut oleh tes, dan waktu untuk ujian.
Perencanaan jumlah butir soal dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1.      Jumlah keseluruhan.
2.      Jumlah untuk setiap pokok bahasan/topik
3.      Jumlah untuk setiap format.
4.      Jumlah untuk setiap kategori tingkat kesukaran.
5.      Jumlah untuk setiap aspek pada ranah kognitif.
Pada pengembangan butir soal untuk keperluan penilaian acuan norma, tingkat kesukaran soal harus diperhatikan. Butir soal yang dikembangkan tidak seluruhnya mudah dan tidak seluruhnya harus sukar, tetapi kombinasi dari butir soal yang mudah, sedang, dan sukar sehingga keseluruhan butir soal tersebut tingkat kesukarannya disekitar 50%. Pada pengembangan butir soal untuk acuan kriteria tingkat kesukarannya tidak diperhatikan karena maksud soal ini bukan membedakan mahasiswa pintar dari mahasiswa kurang pintar, tetapi melihat tingkat penguasaan seseorang terhadap bahan atau tujuan instruksional. Juga daya pembeda tidak diperhatikan dalam penilaian acuan kriteria, justru yang menjadi perhatian adalah daya serap mahasiswa. Sebaiknya semua bahan atau tujuan instrusional dapat dikuasai oleh mahasiswa (tingkat penguasaan 100%). Penguasaan 100% bahan sukar dicapai sehingga ada dosen atau institusi yang merasa cukup dengan tingkat penguasaan 75% sampai atau 80%.
E.    Penyusunan Soal Tes
Berbagai hal yang perlu diperhatikan pada saat penulisan soal tes antara lain:
1.  Butir tes dimulai dari pokok bahasan awal ke akhir.
2.  Tingkat kesukaran dari mudah ke sukar.
3.  Butir tes dikelompokkan dalam tipe sama.
4. Tuliskan petunjuk pengerjaan tes secara jelas, sehingga tidak perlu ada pertanyaan lagi tentang cara mengerjakan tes tersebut.
5.  Petunjuk tes sangat besar peranannya terhadap keberhasilan peserta tes.
6. Penyusunan soal butir tes hendaknya diatur sehingga tidak menimbulkan kesan berdesak-desakan, sehingga mudah dibaca.
7. Saat penggandaan soal tes, hindarilah meletakan kunci jawaban dalam suatu pola tertentu.
Arah dan uji test item untuk tes objektif harus diujicobakan terlebih dulu sebelum digunakan untuk evaluasi formatif. Agar tidak terjadi kesalahan pada instrumen tes, perancang harus memastikan hal-hal berikut:
1.   arah tes jelas, sederhana, dan mudah diikuti;
2. masing-masing item tes jelas dan menyampaikan kepada peserta didik yang dimaksud dipembentukan atau stimulus;
3.   kondisi-kondisi dimana dibuat tanggapan yang realistis;
4.   metode respon jelas bagi peserta didik; dan
5.   ruang yang tepat, waktu, dan peralatan yang tersedia.
Tes item yang tidak terjawab oleh sebagian besar pelajar harus dianalisis, direvisi, atau bahkan diganti sebelum tes diberikan lagi. Ketika membangun item tes, dan tes pada umumnya, perancang harus diingat bahwa tes mengukur kecukupan: (l) pengujian itu sendiri; (2) bentuk tanggapan; (3) bahan-bahan pengajaran; (4) lingkungan pengajaran dan situasi, dan (5) pencapaian pelajar.


Bahan Bacaan

I. Nyoman Sudana Degeng, Ilmu Pengajaran Taksonomi Variable, Dirjen Pendidikan Tinggi, Jakarta: 1989.
Oemar Hamalik, Psikologi Belajar Mengajar, Sinar Baru Algensindo, Bandung, 2009.
Wina Sanjaya, Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2008.

MENGEMBANGKAN BUTIR TES ACUAN PATOKAN


PERTEMUAN KE-4

A.  Pengertian Tes Acuan Patokan
      Tes acuan patokan adalah salah satu dari model pengembangan desain instruksional Dick and Carey. Model desain instruksional ini dikembangkan oleh Walter Dick, Lou Carey dan James O Carey. Model ini merupakan model prosedural, yaitu model yang menyarankan agar penerapan prinsip disain instruksional disesuaikan dengan langkah-langkah yang harus di tempuh secara berurutan.
Suatu penilaian disebut PAP jika dalam melakukan penilaian itu mengacu kepada suatu kriteria pencapaian tujuan instruksional yang telah dirumuskan sebelumnya. Nilai-nilai yang diperoleh siswa dihubungkan dengan tingkat pencapaian penguasaan (mastery) siswa tentang materi pengajaran sesuai dengan tujuan instruksional yang telah ditetapkan.
Penilaian acuan patokan berfungsi untuk mengukur kemampuan pebelajar seperti yang tertuang dalam tujuan yang telah ditetapkan.
Menurut Dick dan Carey, PAP dapat dilakukan sebagai :
1.  Tes prasyarat (entry behavior test)
Tes ini diberikan kepada pebelajar sebelum memulai pembelajaran.
2.  Pre-test
Tes ini dilakukan pada awal pembelajaran untuk mengetahui apakah pebelajar sudah menguasai beberapa atau semua keterampilan yang akan diajarkan.
3.  Progres test
Tes ini dilakukan secara insidental terutama selama siswa sedang mempelajari satu unit mata pelajaran.
4.  Post-test
Tes ini dilakukan setelah pembelajaran selesai.

B.   Aspek Kemampuan yang Diuji
Setiap bidang studi mempunyai penekanan kemampuan yang berbeda-beda, karena itu aspek yang diujipun haruslah yang berbeda pula. Aspek ranah kognitif yang akan diuji harus sinkron dengan kemampuan yang ditentukan oleh tujuan pendidikan yang telah dirumuskan terlebih dahulu.
Dalam hubungan inilah kita mengenal adanya 6 tingkatan kemampuan atau kompetensi yang diuji, yaitu: 1. pengetahuan, 2. pemahaman, 3. aplikasi, 4. analisis, 5. evaluai, dan 6. mencipta. Kompetensi tersebut berturut-turut diberi simbol C1, C2, C3, C4, C5 dan C6. Disamping itu tentu juga harus diperhatikan kemampuan dari ranah lain seperti afektif dan psikomotor.
Tingkat usia dan jenjang pendidikan menentukan tingkat ranah kognitif yang diuji. Kadang-kadang terdapat bagian mata pelajaran yang tidak dapat atau sukar diungkap kompetensinya pada tingkat ranah kognitif tertentu, beberapa pokok bahasan bahkan hanya mungkin dibuat soalnya dalam tingkat kompetensi yang rendah.
C.   Jenis-jenis tes
Ada tiga jenis soal: esai atau karangan, objektif dengan ciri utama adanya satu jawaban yang dianggap benar atau terbaik, dan  problem matematik. Disamping itu masih juga dikenal soal-soal penampilan dan soal lisan. Ada empat format soal objektif yaitu, format A Pilihan Ganda, format B Pilihan Ganda Analisis Hubungan Antar Hal, format C Pilihan Ganda Analisis Kasus, atau format D Pilihan Ganda Komplek.
Untuk menilai pengetahuan dapat kita.pergunakan pengujian sebagai berikut
1) Teknik penilaian aspek pengenalan (recognition).
2) Teknik peniiaian aspek mengingat kembali (recall).
3) Teknik penilaian aspek pemahaman (komprehension)..
Dilihat dari bentuknya, soal-soal tes tertulis dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1)  Bentuk Uraian
2)   Soal bentuk objektif
3)   Jawaban singkat
4)   Benar-salah
5)   Menjodohkan
6)   Pilihan ganda
2.     Penilalan Perilaku Keterampilan
Jenis-jenis tes yang dapat digunakan adalah sebagai berikut:
1)   Tes persepsi
a)  Keterampilan kognitif, misalnya keterampilan memahami, merumuskan, memecahkan masaiah, dan mengenali derajat kesulitan dalam suatu masalah.
b)  Keterampilan psikomotor, misalnya- keterampilan mengarnati rambu-rambu  eksternal, mendiskriminasikan informasi yang relevan dari yang tak relevan.
c)  Keterampilan reaktif, misalnya memperhatikan dan berminat terhadap suatu peristiwa luar, sensitif terhadap kejadian-kejadian.
d   Keterampilan interaktif, misalnya memperhatikan reaksi orang lain dan sensitif terhadap perasaan mereka.
2)  Tes prasyarat yang meliputi semua kategori keterampilan, pengetahuansyarat seperti prosedur dan prinsip.
3)  Tes strategi terhadap keterampilan groduktif, misalnya mampu mengkaji masalah-masalah yang relevan, menyimpulkan strategi pemecahan dan menilainya kembali dengan cara berpikir kritis (open ended verbal test).
4)  Tes tindakan untuk mengetes:
a) keterampilan kognitif,
b) keterampilan psikomotor,
c) keterampilan reaktif,
d) Keterampilan interaktif,
5)  Observasi, yaitu mengamati semua keterampilan yang telah dirumuskan secara khusus.
D.  Jumlah dan Konstruksi Butir Soal
Penentuan jumlah butir soal sangat tergantung dengan materi yang akan diujikan. Yang pasti jumlah butir soal harus berhubungan langsung dengan reliabilitas evaluasi dan respresentasi isi bidang studi yang dievaluasi. Makin banayk butir soal yang digunakan dalam suatu evaluasi maka kemungkinan akan makin tinggi reliabilitasnya, baik dalam arti stabilitas maupun internal konsistensinya. Dilihat dari segi jumlah inilah maka evaluasi objektif mempunyai kekuatan yang lebih dari evaluasi esai. Karena tugas yang harus diselesaikan dalam evaluasi objektif itu sangat singkat maka kemungkinan untuk menggunakan jumlah butir soal yang besar menjadi lebih besar pula. Sedangkan evaluasi esai tidak memungkinkan menggunakan jumlah soal yang banyak. Dengan demikian representasi bidang studi dan reliabilitas evaluasi objektif akan lebih baik dari evaluasi esai. Penentuan jumlah soal perlu mempertimbangkan waktu yang tersedia, biaya yang ada, kompleksitas tugas yang dituntut oleh tes, dan waktu untuk ujian.
Perencanaan jumlah butir soal dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1.      Jumlah keseluruhan.
2.      Jumlah untuk setiap pokok bahasan/topik
3.      Jumlah untuk setiap format.
4.      Jumlah untuk setiap kategori tingkat kesukaran.
5.      Jumlah untuk setiap aspek pada ranah kognitif.
Pada pengembangan butir soal untuk keperluan penilaian acuan norma, tingkat kesukaran soal harus diperhatikan. Butir soal yang dikembangkan tidak seluruhnya mudah dan tidak seluruhnya harus sukar, tetapi kombinasi dari butir soal yang mudah, sedang, dan sukar sehingga keseluruhan butir soal tersebut tingkat kesukarannya disekitar 50%. Pada pengembangan butir soal untuk acuan kriteria tingkat kesukarannya tidak diperhatikan karena maksud soal ini bukan membedakan mahasiswa pintar dari mahasiswa kurang pintar, tetapi melihat tingkat penguasaan seseorang terhadap bahan atau tujuan instruksional. Juga daya pembeda tidak diperhatikan dalam penilaian acuan kriteria, justru yang menjadi perhatian adalah daya serap mahasiswa. Sebaiknya semua bahan atau tujuan instrusional dapat dikuasai oleh mahasiswa (tingkat penguasaan 100%). Penguasaan 100% bahan sukar dicapai sehingga ada dosen atau institusi yang merasa cukup dengan tingkat penguasaan 75% sampai atau 80%.
E.    Penyusunan Soal Tes
Berbagai hal yang perlu diperhatikan pada saat penulisan soal tes antara lain:
1.  Butir tes dimulai dari pokok bahasan awal ke akhir.
2.  Tingkat kesukaran dari mudah ke sukar.
3.  Butir tes dikelompokkan dalam tipe sama.
4. Tuliskan petunjuk pengerjaan tes secara jelas, sehingga tidak perlu ada pertanyaan lagi tentang cara mengerjakan tes tersebut.
5.  Petunjuk tes sangat besar peranannya terhadap keberhasilan peserta tes.
6. Penyusunan soal butir tes hendaknya diatur sehingga tidak menimbulkan kesan berdesak-desakan, sehingga mudah dibaca.
7. Saat penggandaan soal tes, hindarilah meletakan kunci jawaban dalam suatu pola tertentu.
Arah dan uji test item untuk tes objektif harus diujicobakan terlebih dulu sebelum digunakan untuk evaluasi formatif. Agar tidak terjadi kesalahan pada instrumen tes, perancang harus memastikan hal-hal berikut:
1.   arah tes jelas, sederhana, dan mudah diikuti;
2. masing-masing item tes jelas dan menyampaikan kepada peserta didik yang dimaksud dipembentukan atau stimulus;
3.   kondisi-kondisi dimana dibuat tanggapan yang realistis;
4.   metode respon jelas bagi peserta didik; dan
5.   ruang yang tepat, waktu, dan peralatan yang tersedia.
Tes item yang tidak terjawab oleh sebagian besar pelajar harus dianalisis, direvisi, atau bahkan diganti sebelum tes diberikan lagi. Ketika membangun item tes, dan tes pada umumnya, perancang harus diingat bahwa tes mengukur kecukupan: (l) pengujian itu sendiri; (2) bentuk tanggapan; (3) bahan-bahan pengajaran; (4) lingkungan pengajaran dan situasi, dan (5) pencapaian pelajar.


Bahan Bacaan

I. Nyoman Sudana Degeng, Ilmu Pengajaran Taksonomi Variable, Dirjen Pendidikan Tinggi, Jakarta: 1989.
Oemar Hamalik, Psikologi Belajar Mengajar, Sinar Baru Algensindo, Bandung, 2009.
Wina Sanjaya, Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2008.

Senin, 12 Desember 2011

TAKSONOMI PEMBELAJARAN


PERTEMUAN KE-2

A.    RANAH KOGNITIF
Dalam hubungan dengan satuan pelajaran, ranah kognitif memegang peranan  paling utama. Yang menjadi tujuan pengajaran di SD, SMTP dan di SMU pada umumnya adalah peningkatan kemampuan siswa dalam aspek kognitif. Menurut taksonomi Bloom yang dikutif oleh Daryanto (2008) bahwa aspek kognitif dibedakan atas enam jenjang (1956) yang diurutkan secara hierarki piramidal.
Berikut ini adalah penjelasan singkat mengenai tiap aspek sebagaimana diberikan dalam taksonomi Bloom (1956).
1)      Pengetahuan (Knowledge)
Pengetahuan adalah aspek yang paling dasar dalam taksonomi Bloom. Seringkali disebut juga aspek ingatan (recall). Dalam jenjang kemampuan ini seseorang dituntut untuk dapat mengenali atau mengetahui adanya konsep, fakta atau istilah-istilah, dan lain sebagainya tanpa harus mengerti atau dapat menggunakannya. Karena itu, rumusan TIK menggunakan kata-kata operasional sebagai berikut: menyebutkan, menunjukkan, mengenal, mengingat kembali, menyebutkan definisi, memilih, dan menyatakan. Bentuk soal yang sesuai untuk mengukur kemampuan ini antara lain: benar-salah, menjodohkan, isian atau jawaban singkat, dan pilihan ganda.
2)      Pemahaman (Comprehension)
Kemampuan ini umumnya mendapat penekanan dalam proses belajar-mengajar. Siswa dituntut memahami atau mengerti apa yang diajarkan, mengetahui apa yang sedang dikomunikasikan dan dapat memanfaatkan isinya tanpa keharusan menghubungkannya dengan hal-hal lain. Bentuk soal yang sering digunakan untuk mengukur kemampuan ini adalah pilihan ganda dan uraian.
3)      Penerapan (Application)
Dalam jenjang kemampuan ini dituntut kesanggupan ide-ide umum, tata cara, ataupun metode-metode, prinsip-prinsip, serta teori-teori dalam situasi baru dan konkret. Situasi dimana ide, metode dan lain-lain yang dipakai itu harus baru, karena apabila tidak demikian, maka kemampuan yang diukur bukan lagi penerapan tetapi ingatan semata-mata. Suatu soal yang telah dipakai sebagai contoh di kelas mengenai penerapan suatu rumus, misalnya jangan lagi dipakai dalam tes atau ulangan. Kalau soal yang persis sama itu disajikan, maka siswa dapat menjawab hanya berdasarkan ingatan, bukan melalui penerapan kaidah atau rumus tertentu. Harus diciptakan butir soal baru yang serupa tetapi tidak sama.
Pengukuran kemampuan ini umumnya menggunakan pendekatan pemecahan masalah (problem solving). Melalui pendekatan ini siswa dihadapkan dengan suatu masalah, entah rill atau hipotesis, yang perlu dipecahkan dengan menggunakan pengetahuan yang telah dimilikinya. Dengan demikian, penguasaan aspek ini sudah tentu harus didasari aspek pemahaman yang mendalam tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan masalah tersebut. Contoh pengukuran rumus.

Mean =

Seorang siswa memperoleh skor 47, 56, 97, 48, 39 dan 91. Berapa skor rata-rata (mean) siswa tersebut?
Jawabannya : 63
Kemampuan menerapkan konsep menghitung nilai atau skor rata-rata dituntut dalam soal ini. Tetapi kalau soal itu lebih dipakai sebagai contoh dalam kelas waktu menerangkan konsep itu maka bukan lagi kemampuan dan penerapan tetapi ingatan yang dipakai siswa untuk menjawab soal tersebut.
Bentuk soal yang sesuai untuk mengukur aspek penerapan antara lain pilihan ganda dan uraian. Kata kerja operasional yang dipakai untuk merumuskan TIK-nya adalah menggunakan, meramalkan, menghubungkan, menggeneralisasi, memilih, mengembangkan, mengorganisasi, mengubah, menyusun kembali, mengklasifikasikan, menghitung, menerapkan, menentukan dan memecahkan masalah.
4)      Analisis (Analysis)
Dalam jenjang kemampuan ini seseorang dituntut untuk dapat menguraikan suatu situasi atau keadaan tertentu ke dalam unsur-unsur atau komponen tersebut menjadi lebih jelas. Bentuk soal yang sesuai untuk mengatur kemampuan ini adalah pilihan ganda dan uraian.
5)      Sintesis (Synthesis)
Pada jenjang ini seseorang dituntut untuk dapat menghasilkan sesuatu yang baru dengan jalan menggabungkan berbagai faktor yang ada. Hasil yang diperoleh dari penggabungan ini dapat berupa:
a.      Tulisan
Contoh: Kekalahan Frank Bruno dari Mike Tyson tanggal 25/26 Februari 1989.
Dari hal-hal yang sifatnya sporadis, tidak sistematis ataupun sistematis, kita coba membuat kesimpulan melalui suatu analisis. Dapat pula dibuat sintesis dari tulisan menjadi lisan, dari lisan menjadi tulisan, dari tulisan yang lain, atau dari lisan menjadi lisan lain pula.
Kata kerja operasional yang dapat dipakai untuk menulis TIK-nya antara lain: menulis, membicarakan, menghubungkan, menghasilkan, mengangkat, meneruskan, memodifikasi dan membuktikan kebenaran.
b.      Rencana atau Mekanisme
Dengan sintesis dapat pula dibuat suatu rencana atau mekanisme kerja. Semakin baik sintesis itu dibuat, akan semakin baik pula rencana atau mekanisme kerja itu.
Kata kerja operasional yang dapat dipakai merumuskan TIK adalah: mengusulkan, mengemukakan, merencanakan, menghasilkan, mendesain, memodifikasi dan menentukan.
Sintesis dapat pula dibuat dengan jalan atau dalam bentuk menghubung-hubungkan konsep-konsep yang sudah ada. Misalnya menghubung-hubungkan berbagai teori tentang satu masalah tertentu (listrik, magnit dan sebagainya).
Kata kerja operasional yang dapat dipakai untuk merumuskan TIK-nya adalah: menghasilkan, mengambil manfaat, mengklasifikasikan, menarik kesimpulan, merumuskan dan memodifikasi.
6)      Penilaian (Evaluation)
Dalam jenjang kemampuan ini seseorang dituntut untuk dapat mengevaluasi situasi, keadaan, pernyataan atau konsep berdasarkan suatu kriteria tertentu. Yang penting dalam evaluasi ialah mencipta kriteria tertentu. Yang penting dalam evaluasi ialah menciptakan kondisinya sedemikian rupa sehingga siswa mampu mengembangkan kriteria, standar, atau ukuran untuk mengevaluasi sesuatu.
Mengevaluasi sesuatu berarti memberikan evaluasi terhadap sesuatu. Agar pengevaluasi itu tidak subjektif, diperlukan standar, ukuran atau kriteria. Misalnya, menugaskan siswa mengembangkan kriteria untuk mengevaluasi program pengajaran dalam hal efektivitas dan efisiensinya. Atau kriteria yang diperlukan untuk mengevaluasi efektivitas dan efisiensi sistem pendidikan kita dewasa ini. Untuk itu perlu diperhitungkan.
anak                         pendaftaran                         lulusan
input                        throughput                          output
                                ada proses
                                terjadi di sini
Kriteria untuk mengevaluasi itu dapat bersifat intern dan dapat pula bersifat ekstern. Kriteria intern ialah yang berasal dari situasi atau keadaan yang dievaluasi itu sendiri, sedangkan kriteria ekstern ialah yang berasal dari luar situasi atau keadaan yang dinilai itu. Kemampuan evaluasi adalah jenjang tertinggi dari aspek kognitif menurut Bloom. Kata kerja operasional untuk merumuskan TIK-nya adalah: menafsirkan, menduga, mempertimbangkan, mengevaluasi, menentukan, membandingkan, membakukan, membenarkan, mengkritik, dan sebagainya.

B.     RANAH AFEKTIF
Ranah afektif meliputi lima jenjang kemampuan.
1)      Menerima (receiving)
Jenjang ini berhubungan dengan kesediaan atau kemauan siswa untuk ikut dalam fenomena atau stimuli khusus (kegiatan dalam kelas, musik, baca buku, dan sebagainya). Dipandang dari segi pengajaran, jenjang ini berhubungan dengan menimbulkan, mempertahankan, dan mengarahkan perhatian siswa. Hasil belajar dalam jenjang ini berjenjang mulai dari kesadaran bahwa sesuatu itu ada sampai kepada minat khusus dari pihak siswa.
2)      Menjawab (responding)
Kemampuan ini bertalian dengan partisipasi siswa. Pada tingkat ini, siswa tidak hanya menghadiri suatu fenomena tertentu tetapi juga mereaksi terhadapnya dengan salah satu cara. Hasil belajar dalam jenjang ini dapat menekankan kemauan untuk menjawab (misalnya secara sukarela membaca tanpa ditugaskan) atau kepuasan dalam menjawab (misalnya membaca untuk kenikmatan atau kegembiraan).
3)      Menilai (valuing)
Jenjang ini bertalian dengan nilai yang dikenakan siswa terhadap suatu objek, fenomena, atau tingkah laku tertentu. Jenjang ini berjenjang mulai dari hanya sekedar penerimaan nilai (ingin memperbaiki keterampilan kelompok) sampai ke tingkat komitmen yang lebih tinggi (menerima tanggung jawab untuk fungsi kelompok yang lebih efektif).
4)      Organisasi (organization)
Tingkat ini berhubungan dengan menyatukan nilai-nilai yang berbeda, menyelesaikan/memecahkan konflik diantara nilai-nilai itu, dan mulai membentuk suatu sistem nilai yang konsisten secara internal. Jadi, memberikan penekanan pada membandingkan, menghubungkan dan mensistesiskan nilai-nilai. Hasil belajar bertalian dengan konseptualisasi suatu nilai (mengakui tanggung jawab tiap individu untuk memperbaiki hubungan-hubungan manusia) atau dengan organisasi suatu sistem nilai (merencanakan suatu pekerjaan yang memenuhi kebutuhannya baik dalam hal keamanan ekonomis maupun pelayanan sosial).
5)      Karakteristik dengan suatu nilai atau kompleks nilai (characterization by a value or value complex).
Pada jenjang ini individu memiliki sistem nilai yang mengontrol tingkah lakunya untuk suatu waktu yang cukup lama sehingga membentuk karakteristik “pola hidup”. Jadi, tingkah lakunya menetap, konsisten, dan dapat diramalkan. Hasil belajar meliputi sangat banyak kegiatan, tapi penekanan lebih besar diletakkan pada kenyataan bahwa tingkah laku itu menjadi ciri khas atau karakteristik siswa itu.
C.    RANAH PSIKOMOTOR
Ranah psikomotor dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok utama, yakni keterampilan motorik, manipulasi benda-benda, dan koordinasi neuromuscular. Maka, kata-kata kerja operasional yang dapat dipakai adalah:
                          i.     Keterampilan motorik (muscular or motor skills): memperlihatkan gerak, menunjukkan hasil  (pekerjaan tangan), menggerakkan, menampilkan, melompat, dan sebagainya.
                        ii. Manipulasi benda-benda (manipulation of materials or objects): menyusun, membentuk, memindahkan, menggeser, mereparasi, dan sebagainya.
                           iii.      Koordinasi neuromuscular, menghubungkan, mengamati, memotong, dan sebagainya.


BAHAN BACAAN:
Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009.
Daryanto, Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 2008.
Slameto, Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara, 1999.
Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011.